Pandemic dan Wajah Kemanusiaan

Minggu, 18 Juli 2021

Ilustrasi Pandemi Photo: (source: nu.or.id©2021 Kanjengan.id

__

Oleh: M. Farid Abbad


Saya adalah salah satu orang yang semula kaget dengan datangnya virus Covid-19 yang sekarang sudah menjadi momok bagi seluruh umat manusia di dunia ini. Struktur kehidupan yang telah tertata rapi dengan serangkaian disiplin ilmu pengetahuan yang mendorong agar kehidupan umat manusia semakin baik dan progresif kini mengalami stagnasi yang begitu nyata. Hampir semua disiplin ilmu pengetahuan melakukan upaya intervensi untuk menemukan sebuah alternatif bagi tatanan kehidupan yang baru.

Saya memiliki keyakinan banyak manusia yang tidak pernah membayangkan bagaimana kemudian dunia berubah dengan sangat cepat dan massif seperti sekarang ini. Revolusi kehidupan yang sulit dibayangkan oleh siapapun termasuk para ilmuan. Selama ini manusia hanya mendiskusikan berbagai macam teori-teori besar tentang realitas, pertarungan dan kontestasi yang muncul adalah pertarungan ide dan gagasan. Jarang sekali yang mendiskusikan bangunan realitas. Saya melihat ruang perdebatan itu sekarang sudah mulai menyusut, yang muncul kemudian adalah bagaimana manusia mengahadapi wujud realitas konkrit yang di hadapi sekarang ini.

Sebab itu, melihat bagaimana realitas bekerja manusia sudah mulai terlihat gagap dan gamang menghadapi peubahan dunia ini. Semua sektor kehidupan terkoyak, terutama sektor yang paling mendasar yaitu ekonomi sebagai soko guru kehidupan. Virus Covid-19 datang seperti ingin mematahkan superioritas manusia dimuka bumi ini. Bahkan para pakar epidemologi dan ilmuan yang bergulat di dunia sains juga sudah mengalami kegamangan karena tidak mampu mengidentifikasi datnganya virus ini, termasuk dari gen manakah virus yang satu ini. Virus ini terus mengalami mutasi dan tidak bisa dihentikan.

Kehidupan manusia kemudian mengalami perubahan di semua lini, negara melakukan segala upaya agar tidak terjadi resesi ekonomi, media selalu mengabarkan berita lelayu tentang kematian, kelaparan, kesusahan, kesulitan, kekacauan yang melanda umat manusia. Bagi sebagian orang yang hidupnya semakin terjepit situasi ini layaknya seperti kiamat. Manusia seperti di hantam oleh kejamnya hidup. Semua orang seperti ingin menyelamatkan hidupnya masing-masing. Dengan seluruh upaya dan strategi bertahan adalah pilihan terakhir menghadapai wabah ini. Manusia mengalami keterbelahan yang nyata antara yang percaya dengan virus ini sepenuhnya, dengan yang sudah abai karena kesulitan hidup yang dihadapi.

Sebagian manusia ada yang melakukan gerakan untuk menolong sesama, membantu meringankan beban saudaranya atas nama kemanusiaan. Sebagian lagi mulai berhitung tentang sejauh mana dirinya bisa bertahan dengan ekonomi yang dimiliki saat ini. Sayangnya, yang banyak terpapar virus ini mayoritas adalah kelompok menengah ke bawah yang sudah berat untuk bertahan. Sehingga, rasanya hati ini mulai berat melihat bagaimana “ Tuhan” bekerja dalam menggerakkan realitas ini.

***

Sebagai manusia yang memilki iman, kepercayaan, kepatuhan, dan kepasrahan kepada Tuhan manusia kemudian melakukan tafsir atas situasi ini, apa yang sesungguhnya Tuhan siapkan ketika menciptakan situasi ini ? apakah Tuhan ingin melakukan seleksi untuk menata kembali dunia yang sudah rapuh ini ? dengan hanya mempertahankan manusia-manusia yang tidak hanya sibuk untuk menuruti kepuasan material, lalu melupakan eksistensi dirinya sebagai manusia ruhani yang harus selalu mengingat sangkan paraning dumadi-nya ? atau banyak manusia yang melupakan tugasnya sebagai mandataris Tuhan yang memikul amanat bumi ini ?

Semua itu hanya pertanyaan imajiner yang selalu mengganjal di benak saya, ketika mengalami bagaimana hidup ini semakin hari semakin sulit. Tetapi sekali lagi, ini hanya pertanyaan spekkulatif dan sifatnya sangat partikular. Hanya fragmen kehidupan di sebuah kampung kecil yang saya alami. Mungkin, saja asumsi saya salah, barangkali di fragmen kehidupan yang lain banyak manusia yang mendapatkan keberkahan dari adanya Covid-19 ini. Kehidupannya lebih ayem, adem, tentrem, tidak nelongso, lebih bisa mengakrabi hidup, kesendirian, kesunyian, keintiman dengan Tuhan dan sederet situasi batin yang lain.

Saya teringat sebuah nasehat dari guru saya, bahwa kita hidup dunia ini hanya menjalankan tugas yang diberikan oleh Tuhan. Adapun tugas itu berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Karena medan kehidupan ini begitu luas maka kita tidak punya hak untuk memberikan nilai kepada siapapun. Karena sesungguhnya pertanggungjawaban itu hanya kepada Tuhan. Kita tidak berhak mengatur lebih banyak hidup yang kita alami saat ini, karena kita wujud saja itu sudah harus berterimaksih. Jika memang kontrak kita habis dan purna, ya kita serahkan saja kepada Tuhan, Dzat Pemilik semesta ini. Sementara selama hayat masih dikandung badan lakukan dan kerjakan tugasmu sebagai manusia sebaik dan seideal mungkin. Persoalan sukses, diterima, atau malah di tolak itu hak preogatif Tuhan.

Dalam situasi pandemi tugas kita adalah bertahan, dan mempertahankan keluarga kita dengan upaya yang bisa kita lakukan, karena kunci dari stagnasi adalah bergerak. Seribu gerundelan dan kutukan atas situasi ini tidak akan pernah merubah keadaan. Justru yang ada kita akan semakin kehabisan energi. Situasi ini menguji kecerdasan kita bagaimana menjadi manusia yang cerdas dan mampu beradaptasi dengan segala situasi, kondisi, dan tentunya adalah zaman.

                       

                                                                        Al-Roudloh, 15 September 2020

0 Viewers