![]() |
Ilustrasi Pandemi Photo: (source: nu.or.id) ©2021 Kanjengan.id |
__
Oleh: M. Farid Abbad
Saya adalah salah satu orang yang semula
kaget dengan datangnya virus Covid-19 yang sekarang sudah menjadi momok bagi
seluruh umat manusia di dunia ini. Struktur kehidupan yang telah tertata rapi
dengan serangkaian disiplin ilmu pengetahuan yang mendorong agar kehidupan umat
manusia semakin baik dan progresif kini mengalami stagnasi yang begitu nyata.
Hampir semua disiplin ilmu pengetahuan melakukan upaya intervensi untuk
menemukan sebuah alternatif bagi tatanan kehidupan yang baru.
Saya memiliki keyakinan banyak manusia yang
tidak pernah membayangkan bagaimana kemudian dunia berubah dengan sangat cepat
dan massif seperti sekarang ini. Revolusi kehidupan yang sulit dibayangkan oleh
siapapun termasuk para ilmuan. Selama ini manusia hanya mendiskusikan berbagai
macam teori-teori besar tentang realitas, pertarungan dan kontestasi yang
muncul adalah pertarungan ide dan gagasan. Jarang sekali yang mendiskusikan
bangunan realitas. Saya melihat ruang perdebatan itu sekarang sudah mulai
menyusut, yang muncul kemudian adalah bagaimana manusia mengahadapi wujud
realitas konkrit yang di hadapi sekarang ini.
Sebab itu, melihat bagaimana realitas
bekerja manusia sudah mulai terlihat gagap dan gamang menghadapi peubahan dunia
ini. Semua sektor kehidupan terkoyak, terutama sektor yang paling mendasar
yaitu ekonomi sebagai soko guru kehidupan. Virus Covid-19 datang seperti ingin
mematahkan superioritas manusia dimuka bumi ini. Bahkan para pakar epidemologi
dan ilmuan yang bergulat di dunia sains juga sudah mengalami kegamangan karena
tidak mampu mengidentifikasi datnganya virus ini, termasuk dari gen manakah
virus yang satu ini. Virus ini terus mengalami mutasi dan tidak bisa
dihentikan.
Kehidupan manusia kemudian mengalami
perubahan di semua lini, negara melakukan segala upaya agar tidak terjadi
resesi ekonomi, media selalu mengabarkan berita lelayu tentang kematian,
kelaparan, kesusahan, kesulitan, kekacauan yang melanda umat manusia. Bagi
sebagian orang yang hidupnya semakin terjepit situasi ini layaknya seperti
kiamat. Manusia seperti di hantam oleh kejamnya hidup. Semua orang seperti
ingin menyelamatkan hidupnya masing-masing. Dengan seluruh upaya dan strategi
bertahan adalah pilihan terakhir menghadapai wabah ini. Manusia mengalami
keterbelahan yang nyata antara yang percaya dengan virus ini sepenuhnya, dengan
yang sudah abai karena kesulitan hidup yang dihadapi.
Sebagian manusia ada yang melakukan gerakan
untuk menolong sesama, membantu meringankan beban saudaranya atas nama
kemanusiaan. Sebagian lagi mulai berhitung tentang sejauh mana dirinya bisa
bertahan dengan ekonomi yang dimiliki saat ini. Sayangnya, yang banyak terpapar
virus ini mayoritas adalah kelompok menengah ke bawah yang sudah berat untuk
bertahan. Sehingga, rasanya hati ini mulai berat melihat bagaimana “ Tuhan”
bekerja dalam menggerakkan realitas ini.
***
Sebagai manusia yang memilki iman,
kepercayaan, kepatuhan, dan kepasrahan kepada Tuhan manusia kemudian melakukan
tafsir atas situasi ini, apa yang sesungguhnya Tuhan siapkan ketika menciptakan
situasi ini ? apakah Tuhan ingin melakukan seleksi untuk menata kembali dunia
yang sudah rapuh ini ? dengan hanya mempertahankan manusia-manusia yang tidak
hanya sibuk untuk menuruti kepuasan material, lalu melupakan eksistensi dirinya
sebagai manusia ruhani yang harus selalu mengingat sangkan paraning dumadi-nya
? atau banyak manusia yang melupakan tugasnya sebagai mandataris Tuhan yang
memikul amanat bumi ini ?
Semua itu hanya pertanyaan imajiner yang
selalu mengganjal di benak saya, ketika mengalami bagaimana hidup ini semakin
hari semakin sulit. Tetapi sekali lagi, ini hanya pertanyaan spekkulatif dan
sifatnya sangat partikular. Hanya fragmen kehidupan di sebuah kampung kecil
yang saya alami. Mungkin, saja asumsi saya salah, barangkali di fragmen
kehidupan yang lain banyak manusia yang mendapatkan keberkahan dari adanya
Covid-19 ini. Kehidupannya lebih ayem, adem, tentrem, tidak nelongso,
lebih bisa mengakrabi hidup, kesendirian, kesunyian, keintiman dengan Tuhan dan
sederet situasi batin yang lain.
Saya teringat sebuah nasehat dari guru
saya, bahwa kita hidup dunia ini hanya menjalankan tugas yang diberikan oleh
Tuhan. Adapun tugas itu berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Karena medan
kehidupan ini begitu luas maka kita tidak punya hak untuk memberikan nilai
kepada siapapun. Karena sesungguhnya pertanggungjawaban itu hanya kepada Tuhan.
Kita tidak berhak mengatur lebih banyak hidup yang kita alami saat ini, karena
kita wujud saja itu sudah harus berterimaksih. Jika memang kontrak kita habis
dan purna, ya kita serahkan saja kepada Tuhan, Dzat Pemilik semesta ini.
Sementara selama hayat masih dikandung badan lakukan dan kerjakan tugasmu
sebagai manusia sebaik dan seideal mungkin. Persoalan sukses, diterima, atau
malah di tolak itu hak preogatif Tuhan.
Dalam situasi pandemi tugas kita adalah
bertahan, dan mempertahankan keluarga kita dengan upaya yang bisa kita lakukan,
karena kunci dari stagnasi adalah bergerak. Seribu gerundelan dan
kutukan atas situasi ini tidak akan pernah merubah keadaan. Justru yang ada
kita akan semakin kehabisan energi. Situasi ini menguji kecerdasan kita
bagaimana menjadi manusia yang cerdas dan mampu beradaptasi dengan segala
situasi, kondisi, dan tentunya adalah zaman.
Al-Roudloh, 15 September 2020
0 Viewers