Pesantren Sebagai Laboratorium Sosial

Sabtu, 17 Juli 2021

Ilustrasi Photo: (source: imaos.id©2021 Kanjengan.id

__

Oleh: M. Farid Abbad

Saya tidak ingin menulis panjang lebar tentang apa itu pesantren, sejarahnya, fungsinya, dan struktur kelembagaannya. Karena sudah banyak sekali buku, artikel jurnal, hasil riset, skripsi, tesis, dan disertasi. Beberapa buku yang cukup mengesankan tentang Pesantren dan Kiai yang pernah saya baca adalah sebuah disertasi di Australian National University (ANU) anggitan Zamakhsyari Dhofier berjudul ‘ Tradisi Pesantren’. Buku ini meskipun sudah menjadi klasik namun berhasil memberikan peta besar tentang tradisi, corak, fungsi, dan jaringan antar Kiai yang sampai hari ini masih menjadi salah satu referensi penting tentang pesantren.

            Selanjutnya, karya Dr. Horikho Horikhosi ‘ Kiai dan Perubahan Sosial’ juga memberikan prespektif baru bahwa Kiai yang selama ini dianggap sebagai ‘Cultural Broker’ atau makelar budaya yang memfilter masuknya beragam kebudayaan dari luar yang mengancam eksistensi kebudayaan pesantren. Istilah ini dipopulerkan oleh Antropolog Amerika Cliford Greetz dalam artikelnya ‘ The Javanese Kijaji: The Changing Role of a Cultural Broker. Tetapi fakta yang ditemukan oleh Horiko berbeda di wilayah jawa barat, peran Kiai tidak hanya memfilter namun juga melakukan gerakan transformasi sosial terhadap masyarakat sekitar pesantren.

            Karya lain yang menurut saya menarik untuk dikemukakan adalah karya Dr. Pradjarta Dirdjosanjoto ‘ Memelihara Umat; Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa’ mencoba menelisik lebih jauh tentang kehidupan sehari-hari Kiai pesantren yang memiliki jaringan nasional, punya power, dan sangat disegani oleh komunitas masyarakat. Sementara ada tipologi lain yaitu Kiai Langgar yang mencoba mempertahankan pengaruhnya dan menjaga tradisi yang dibangun dengan otordoksi keagamaan yang ketat. Senutuhan etnografis dalam karya ini sangat kental sebab buku ini adalah disertasi yang di tulis di Universitas Utrech Belanda.

            Mungkin, masih banyak buku lain yang relevan saya sebutkan disini tapi tiga buku di atas merupakan buku yang sudah mewakili semua pembahasan tentang pesantren. Saya ingin sedikit menyinggung posisi pesantren di tengah pandemic ini. Momentum ini menurut saya mampu untuk meningkatkan fungsi pesantren yang selama ini menjadi lembaga keagamaan an sich, menjadi lembaga pemberdayaan masyarakat. Apalagi kritik yang sering dialamatkan kepada pesantren selalu dihubungkan seperti kerajaan kecil, eksklusif, hirarkis, dan cenderung tidak memiliki fungsi sosial. Padahal potensi pesantren sangat besar sekali dalam melakukan pemberdayaan masyarakat.

***

Selama ini keberadaan pesantren hanya memberikan pencerahan dalam bidang agama saja, padahal wacana pesantren sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat sudah ramai di bicarakan sejak tahun 80-an.  Sayang model gerakan ini sudah mulai jarang diminati oleh pesantren. Sehingga saya agak kesulitan mencari role model pesantren yang mengambil jalan ini.

Pandemi ini sebenarnya membuka kran dan kesempatan bagi pesantren untuk memikirkan langkahnya untuk hadir menjadi bagian dari problem soulver. Jika kategorinya pesantren besar yang memiliki aset yang banyak maka ini menjadi peluang  bagi masyarkat untuk mendapatkan akses pekerjaan. Sementara jika pesantrenya kecil dan tidak begitu memiliki sumber daya ekonomi yang besar maka pesantren bisa memberikan sedikit uluran bantuan sembako secara rutin yang bisa diambilkan dari syahriayah santri, atau memotong sedikit uang indekos santri untuk di belanjakan lalu di distribusikan ke tetangga sekitar. Mesikipun langkah ini tampak kecil, tetapi sesungguhnya akan memiliki dampak besar. Karena modal sosial ini akan berevolusi menjadi hubungan yang lebih intim dengan pesantren. Dan ini akan menjadi tradisi yang memperkuat posisi pesantren di mata masyarakat. Wallahu a’lam.


0 Viewers