Tradisi Rihlah Ilmiah dalam Islam

Sabtu, 24 Juli 2021

Ilustrasi Rihlah Photo: (source: republika.co.id©2021 Kanjengan.id

__

Oleh: M. Farid Abbad


Rihlah Ilmiah merupakan tradisi Islam yang sudah cukup lama di lakukan oleh para pelancong dan “ pemburu pengetahuan” dan para ulama’ muslim dari masa kemasa, hal ini di buktikan dengan adanya sumber – sumber sejarah yang mengatakan bahwa para Imam Mujtahid seperti imam Syafi’i ngangsu kaweruh dari mulai kota Madinah dengan Imam Malik sampai ke Baghdad – Iraq kepada imam Abu Hanifah An – Nu’man. Sementara Ibnu Batutah seorang sejarawan sekaligus traveler muslim yang sudah melakukan rihlah sampai ke beberapa benua jauh sebelum Marcopollo melakukan rihlah.

Selian itu, dalam sejarah Islam untuk memberi gambaran atau settings mengenai kesejarahan menuntut ilmu dalam Islam. Dalam Islam tradisi “ travelling” ini sebetulnya sangat klasik sekalsik Islam itu sendiri. Agama ini memuat berbagai ajaran yang mengandung unsur travelling, sebut saja haji, hijrah, ziarah, ( mengunjungi makam – makam keramat atau wisata rohani ke tempat – tempat bersejarah yang mengandung “ unsur – unsur keagamaan”) atau rihlah ( perjalanan untuk belajar, thalabul ilmi, seeking knowledge and wisdom, dan eksplorasi untuk menggali kebudayaan lain). haji, hijrah, ziarah, atau rihlah hanya sedikit contoh tentang “ perjalanan yang diinspirasi atau di dorong oleh agama” (religiously inspired travel).

Semua ajaran atau doktrin tentang travel ini tidak semata – mata “ turisme lahiriah” untuk sekedar menikmati indahnya kebudayaan negara atau daerah lain, tetapi juga “ a journey of the mind” atau “ an act of imagination “ untuk meminjam istilah antropolog  Dale Eickelman yang banyak menulis tentang tradisi Islam dan kultur masyarakat Arab dan Timur Tengah. ( Sumanto Al Qurtuby 2013 : 12 )

Sudah menjadi pengetahuan publik bahwa tradisi keilmuan Islam itu bisa di lacak sumbernya dari Timur Tengah, oleh sebab itu tidak heran jika banyak dari kalangan thalabul ilmi yang berbondong – bondong untuk belajar ke negara – negara pusat peradaban Islam seperti Makkah, Madinah, Damaskus, Baghdad, Beirut, Cairo, Tunis, Khartoum, Tangger, Hadra  Maut, dan kota – kota besar lain di Timur Tengah.

Kenapa sebagian besar, atau bahkan rata – rata banyak yang masih memilih Timur Tengah sebagai kiblat dan muara untuk menimba pengetahuan Islam. Karena, di sana banyak sekali di temukan Universitas – Universitas Islam tua dan berpengaruh hingga saat ini. sebut saja, Al – Azhar University, Zaytunah University, International University Of Africa, University Of Holy Qur’an and Islamic Sciences, Damaskus Universtiy, Kaftaro University, Institut Imam Nafi’, Mohammed V University,  Ibn Tufail University, Global University, Beirut Islamic University, Al – Ahgaff University, dan masih banyak lagi kampus - kampus besar yang mempunyai banyak konsentrasi keilmuan Islam seperti Dirasat Islamiyah, Syari’ah Wal – Qonun, Ushuluddin, Tarikh wal hadloroh Al – Islamiyah, dan pelbagai jurusan lain yang sangat menjanjikan.

Para mahasiswa, atau pelajar tidak hanya bergulat dengan pengetahuan keislaman saja. Namun, ia juga banyak mencecap pengetahuan baru yang di suguhkan oleh negara dimana ia menimba ilmu. Di sana, ragam budaya – kultur, peradaban, pemikiran, masyarakat, politik, ekonomi, pendidikan, bisa di rasakan secara langsung. Hal demikian bisa memberikan nilai plus bagi para pecinta ilmu. Sehingga rihlah ini pun juga menambah wawasan dan membangun mentalitas berfikir yang tidak kaku dan sempit.

Kemudian, dalam konteks kekayaan khazanah yang dimiliki, sejauh ini penyediaan buku – buku atau kitab refrensi keislaman sebagian besar masih di miliki oleh perpustakaan – perpustakaan besar di masing – masing kampus. Demikian juga dengan manuscript karya para ulama’ di sana masih banyak manuscript yang belum sempat di tahqiq sehingga belum bisa di konsumsi secarang langsung oleh masyarakat atau lebih khusus adalah thalabul ilmi. Oleh karena itu bagi mahasiswa yang haus akan bacaan dan refrensi maka di kampus – kampus besar itu adalah sebagai surga ilmu yang tidak akan pernah kering dan habis.

Semantar itu, mahasiswa juga tidak hanya menikmati sajian pengetahuan yang di sampaikan dalam kelas – kelas tertentu, tetapi juga banyak yang kemudian mengikuti proses talaqqi ( ngaji secara langsung ) dengan ulama’ – ulama’ yang mempunyai kapabilitias di bidangnya masing – masing. Saya  sendiri ketika beberapa waktu yang lalu melakukan rihlah ke Khartoum – Sudan menyaksikan banyak sekali masjid – masjid yang hampir setiap hari membuka pengajian khusus dari berbagai macam fan keilmuan. Demikian halnya, ketika dulu belajar di Beirut – Lebanon setiap hari ada pengajian rutinan yang bisa di ikuti di dalam ma’had/asrama sendiri, maupun ketika saat puasa mengikuti talaqqi di masjid Burj Abi Haydar bersama para ulama’ kaliber.

Beberapa poin di atas adalah sebuah ilustrasi, dan sekaligus menjawab kenapa rihlah ilmiah yang hubungannya dengan  ilmu – ilmu kesilaman selalu di hubungkan dengan negara – negara di Timur Tengah. Demikian dengan perjalanan ilmiah yang di lakukan sudara Lukmanul Hakim Jamiel Al – Syarwi dalam beberapa catatan yang di tulis dalam buku ini.

Dalam buku yang renyah ini, penulis – saudara Lukamul Hakim Al – Syarwi ingin memperkuat kembali sebuah pengalaman reflektif yang sangat menyentuh, tentang kisah seorang santri kelana, yang sudah melalang buana dari satu pesantren ke pesantren lain untuk menimba pengetahuan Islam yang murni dari para Kiai. Tetapi, justru ia mengenal dengan baik sosok  yang selama ini berpengaruh terhadap perjalanan intelektualnya ketika belajar di negeri Imam al – Auza’i ini. betapa ia, sangat hafal sekali petuah – petuah dan nasehat – nasehat dari beliau seperti api yang menyala – nyala dan selalu membakar semangatnya untuk melanjutkan jejak intelektual sang “ Abah” serta cita – dan mimpi yang belum selesai .

Buku ini terbagi dalam  II jilid, jilid I akan menyingkap  keunikan  yang berlatar Lebanon, pembaca akan di suguhi informasi  tentang  indahnya alam pegunungan Lebanon yang sangat jelita, birunya Laut Mediterania yang ada di jantung kota Beirut, Salju yang menghiasi gunung Farayya ketika musim dingin tiba, dinamika sekte yang hidup dan tumbuh subur di Lebanon. Serta banyak sisi lain yang menarik tentang perjalanan penulis dalam masa thalabul ilmi.

Sementara, dalam Jilid II secara khusus akan penulis akan menceritakan tentang pengalamannya ketika mengunjungi Istanbul – Turkey. Penulis akan banyak bercerita tentang keindahan musium Aya Sophia, Blue Mosque, dan kisah Heroik Sultan Muhammad Al – Fatih yang di prediksikan nabi menjadi pemimpin agung yang mampu menaklukkan kota Konstantinopel yang saat ini terkenal dengan Istanbul ini. dengan selingan – selingan sya’ir yang sangat menyentuh, cerita dalam jilid II ini semakin memperindah buku mungil ini. Selamat Membaca.





0 Viewers