![]() |
Ilustrasi Rihlah Photo: (source: republika.co.id) ©2021 Kanjengan.id |
__
Oleh: M. Farid Abbad
Rihlah Ilmiah
merupakan tradisi Islam yang sudah cukup lama di lakukan oleh para pelancong
dan “ pemburu pengetahuan” dan para ulama’ muslim dari masa kemasa, hal ini di
buktikan dengan adanya sumber – sumber sejarah yang mengatakan bahwa para Imam
Mujtahid seperti imam Syafi’i ngangsu kaweruh dari mulai kota Madinah
dengan Imam Malik sampai ke Baghdad – Iraq kepada imam Abu Hanifah An – Nu’man.
Sementara Ibnu Batutah seorang sejarawan sekaligus traveler muslim yang sudah melakukan
rihlah sampai ke beberapa benua jauh sebelum Marcopollo melakukan rihlah.
Selian itu,
dalam sejarah Islam untuk memberi gambaran atau settings mengenai kesejarahan
menuntut ilmu dalam Islam. Dalam Islam tradisi “ travelling” ini
sebetulnya sangat klasik sekalsik Islam itu sendiri. Agama ini memuat berbagai
ajaran yang mengandung unsur travelling, sebut saja haji, hijrah,
ziarah, ( mengunjungi makam – makam keramat atau wisata rohani ke tempat –
tempat bersejarah yang mengandung “ unsur – unsur keagamaan”) atau rihlah (
perjalanan untuk belajar, thalabul ilmi, seeking knowledge and wisdom,
dan eksplorasi untuk menggali kebudayaan lain). haji, hijrah, ziarah, atau rihlah
hanya sedikit contoh tentang “ perjalanan yang diinspirasi atau di dorong oleh
agama” (religiously inspired travel).
Semua
ajaran atau doktrin tentang travel ini tidak semata – mata “ turisme lahiriah”
untuk sekedar menikmati indahnya kebudayaan negara atau daerah lain, tetapi
juga “ a journey of the mind” atau “ an act of imagination “
untuk meminjam istilah antropolog Dale
Eickelman yang banyak menulis tentang tradisi Islam dan kultur masyarakat Arab
dan Timur Tengah. ( Sumanto Al Qurtuby 2013 : 12 )
Sudah
menjadi pengetahuan publik bahwa tradisi keilmuan Islam itu bisa di lacak
sumbernya dari Timur Tengah, oleh sebab itu tidak heran jika banyak dari
kalangan thalabul ilmi yang berbondong – bondong untuk belajar ke negara
– negara pusat peradaban Islam seperti Makkah, Madinah, Damaskus, Baghdad,
Beirut, Cairo, Tunis, Khartoum, Tangger, Hadra
Maut, dan kota – kota besar lain di Timur Tengah.
Kenapa
sebagian besar, atau bahkan rata – rata banyak yang masih memilih Timur Tengah
sebagai kiblat dan muara untuk menimba pengetahuan Islam. Karena, di sana
banyak sekali di temukan Universitas – Universitas Islam tua dan berpengaruh
hingga saat ini. sebut saja, Al – Azhar University, Zaytunah University,
International University Of Africa, University Of Holy Qur’an and Islamic Sciences,
Damaskus Universtiy, Kaftaro University, Institut Imam Nafi’, Mohammed V
University, Ibn Tufail University,
Global University, Beirut Islamic University, Al – Ahgaff University, dan masih
banyak lagi kampus - kampus besar yang mempunyai banyak konsentrasi keilmuan
Islam seperti Dirasat Islamiyah, Syari’ah Wal – Qonun, Ushuluddin, Tarikh wal
hadloroh Al – Islamiyah, dan pelbagai jurusan lain yang sangat menjanjikan.
Para
mahasiswa, atau pelajar tidak hanya bergulat dengan pengetahuan keislaman saja.
Namun, ia juga banyak mencecap pengetahuan baru yang di suguhkan oleh negara
dimana ia menimba ilmu. Di sana, ragam budaya – kultur, peradaban, pemikiran,
masyarakat, politik, ekonomi, pendidikan, bisa di rasakan secara langsung. Hal
demikian bisa memberikan nilai plus bagi para pecinta ilmu. Sehingga rihlah ini
pun juga menambah wawasan dan membangun mentalitas berfikir yang tidak kaku dan
sempit.
Kemudian,
dalam konteks kekayaan khazanah yang dimiliki, sejauh ini penyediaan buku –
buku atau kitab refrensi keislaman sebagian besar masih di miliki oleh
perpustakaan – perpustakaan besar di masing – masing kampus. Demikian juga
dengan manuscript karya para ulama’ di sana masih banyak manuscript yang belum
sempat di tahqiq sehingga belum bisa di konsumsi secarang langsung oleh masyarakat
atau lebih khusus adalah thalabul ilmi. Oleh karena itu bagi mahasiswa
yang haus akan bacaan dan refrensi maka di kampus – kampus besar itu adalah sebagai
surga ilmu yang tidak akan pernah kering dan habis.
Semantar
itu, mahasiswa juga tidak hanya menikmati sajian pengetahuan yang di sampaikan
dalam kelas – kelas tertentu, tetapi juga banyak yang kemudian mengikuti proses
talaqqi ( ngaji secara langsung ) dengan ulama’ – ulama’ yang mempunyai
kapabilitias di bidangnya masing – masing. Saya sendiri ketika beberapa waktu yang lalu
melakukan rihlah ke Khartoum – Sudan menyaksikan banyak sekali masjid – masjid
yang hampir setiap hari membuka pengajian khusus dari berbagai macam fan
keilmuan. Demikian halnya, ketika dulu belajar di Beirut – Lebanon setiap hari
ada pengajian rutinan yang bisa di ikuti di dalam ma’had/asrama sendiri, maupun
ketika saat puasa mengikuti talaqqi di masjid Burj Abi Haydar bersama para
ulama’ kaliber.
Beberapa
poin di atas adalah sebuah ilustrasi, dan sekaligus menjawab kenapa rihlah
ilmiah yang hubungannya dengan ilmu –
ilmu kesilaman selalu di hubungkan dengan negara – negara di Timur Tengah.
Demikian dengan perjalanan ilmiah yang di lakukan sudara Lukmanul Hakim Jamiel
Al – Syarwi dalam beberapa catatan yang di tulis dalam buku ini.
Dalam
buku yang renyah ini, penulis – saudara Lukamul Hakim Al – Syarwi ingin
memperkuat kembali sebuah pengalaman reflektif yang sangat menyentuh, tentang
kisah seorang santri kelana, yang sudah melalang buana dari satu pesantren ke
pesantren lain untuk menimba pengetahuan Islam yang murni dari para Kiai. Tetapi,
justru ia mengenal dengan baik sosok
yang selama ini berpengaruh terhadap perjalanan intelektualnya ketika
belajar di negeri Imam al – Auza’i ini. betapa ia, sangat hafal sekali petuah –
petuah dan nasehat – nasehat dari beliau seperti api yang menyala – nyala dan
selalu membakar semangatnya untuk melanjutkan jejak intelektual sang “ Abah”
serta cita – dan mimpi yang belum selesai .
Buku ini
terbagi dalam II jilid, jilid I akan
menyingkap keunikan yang berlatar Lebanon, pembaca akan di suguhi
informasi tentang indahnya alam pegunungan Lebanon yang sangat
jelita, birunya Laut Mediterania yang ada di jantung kota Beirut, Salju yang
menghiasi gunung Farayya ketika musim dingin tiba, dinamika sekte yang hidup
dan tumbuh subur di Lebanon. Serta banyak sisi lain yang menarik tentang
perjalanan penulis dalam masa thalabul ilmi.
Sementara, dalam Jilid II secara khusus akan penulis akan menceritakan tentang pengalamannya ketika mengunjungi Istanbul – Turkey. Penulis akan banyak bercerita tentang keindahan musium Aya Sophia, Blue Mosque, dan kisah Heroik Sultan Muhammad Al – Fatih yang di prediksikan nabi menjadi pemimpin agung yang mampu menaklukkan kota Konstantinopel yang saat ini terkenal dengan Istanbul ini. dengan selingan – selingan sya’ir yang sangat menyentuh, cerita dalam jilid II ini semakin memperindah buku mungil ini. Selamat Membaca.
0 Viewers